Magelang, 21 April 2025 — Dalam upaya menggali dan mendokumentasikan kekayaan pengetahuan lokal, Laras Indra Fani, mahasiswi Program Studi D3 Farmasi Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA), mengungkap praktik pengobatan tradisional berbasis tumbuhan yang masih lestari di Dusun Karanganyar dan Mungaran, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo. Penelitiannya menunjukkan bahwa pemanfaatan tanaman obat oleh masyarakat setempat masih menjadi andalan dalam mengatasi berbagai penyakit.
Dalam karya tulis ilmiahnya, Laras menemukan setidaknya 18 spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan secara turun-temurun. Beberapa di antaranya adalah kumis kucing (Orthosiphon aristatus), binahong (Anredera cordifolia), kencur (Kaempferia galanga), temulawak (Curcuma zanthorrhiza), dan kejibeling (Strobilanthes crispa). Jenis tanaman ini digunakan masyarakat untuk mengatasi penyakit seperti hipertensi, diabetes, nyeri sendi, demam, hingga gangguan pencernaan.
Penelitian yang dilakukan pada Juli 2023 ini melibatkan 98 responden yang dipilih secara acak dari total populasi masyarakat Dusun Karanganyar. Hasilnya menunjukkan bahwa 100% responden mengetahui keberadaan tumbuhan obat di sekitar mereka dan memperoleh informasi penggunaannya secara turun-temurun, terutama dari keluarga.
Mayoritas masyarakat memperoleh tanaman obat dari pekarangan rumah sendiri (71,4%), dan sisanya dari tetangga, pasar, atau kebun TOGA. Ini menunjukkan kuatnya budaya “apotik hidup” yang masih bertahan sebagai warisan pengobatan leluhur.
Cara pengolahan yang paling umum dilakukan adalah dengan merebus tanaman (73,5%), lalu air rebusan diminum oleh pasien (80,6%). Selain itu, metode lain seperti ditumbuk dan dikunyah juga digunakan, tergantung pada jenis tanaman dan keluhan penyakit. Beberapa tanaman, seperti bawang putih dan sirih, juga digunakan secara topikal untuk mengobati luka atau nyeri.
Fakta menarik lain dari penelitian ini adalah mayoritas masyarakat hanya menggunakan obat tradisional selama masa sakit saja (88,8%), dan sebagian besar menggunakannya 1 kali sehari (54,1%). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun masyarakat memahami manfaat tanaman obat, praktik penggunaannya masih sangat bergantung pada pengalaman dan kebiasaan, bukan dosis ilmiah yang terstandarisasi.
Menurut Laras, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masyarakat setempat tidak hanya memiliki pengetahuan luas tentang tumbuhan obat, tetapi juga kearifan dalam mengelola dan memanfaatkannya. “Pengobatan tradisional di Karanganyar bukan hanya solusi ekonomis, tapi juga bagian dari budaya yang harus dilestarikan,” ujar Laras.
Dosen pembimbing, apt. Puspita Septie Dianita, M.H., menambahkan bahwa penelitian ini merupakan kontribusi penting dalam upaya dokumentasi pengetahuan lokal yang berisiko punah jika tidak diwariskan dengan baik. “Kita tidak hanya mendidik apoteker, tapi juga agen pelestari budaya,” tegasnya.
Penelitian ini pun mendorong pentingnya saintifikasi jamu dan pengembangan produk fitofarmaka agar pengobatan tradisional bisa naik kelas menjadi terapi yang terstandar dan teruji secara ilmiah.
Melalui platform akademik seperti perpustakaan digital UNIMMA, karya ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa lain, peneliti, dan juga masyarakat umum yang tertarik menggali kembali kekayaan tanaman obat lokal sebagai bagian dari warisan bangsa.