Magelang, 28 Agustus 2025 – Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Fajar Octaviani, mahasiswa Program Studi D III Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang, mengangkat tema yang sangat dekat dengan pengalaman pasien rumah sakit: lamanya waktu tunggu pelayanan resep. Penelitian berjudul “Gambaran Waktu Tunggu Pelayanan Resep Non Racikan Rawat Jalan di Instalasi Farmasi RS X” ini berfokus pada resep non racikan atau obat jadi, yang seharusnya diserahkan kepada pasien dengan cepat dan sesuai standar pelayanan minimal Kementerian Kesehatan.
Latar belakang penelitian ini berangkat dari kenyataan bahwa mutu pelayanan rumah sakit tidak hanya diukur dari kualitas tenaga medis, melainkan juga dari aspek kecepatan dan ketepatan pelayanan penunjang, salah satunya di instalasi farmasi. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.129/Menkes/SK/II/2008, standar waktu tunggu resep non racikan adalah kurang dari 30 menit. Namun, dalam praktik sehari-hari, sering kali pasien harus menunggu lebih lama dari standar tersebut.
Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan, penelitian ini ingin menjawab satu pertanyaan pokok: “Bagaimana gambaran waktu tunggu pelayanan resep non racikan rawat jalan di instalasi farmasi RS X?”. Dengan desain penelitian deskriptif observasional, Fajar Octaviani mengamati langsung proses pelayanan resep mulai dari diterimanya resep hingga obat diserahkan ke pasien. Pengambilan data dilakukan di RS X pada periode 27 Maret hingga 5 April 2023, melibatkan 172 pasien rawat jalan yang resepnya memenuhi kriteria penelitian.
Hasil penelitian memberikan gambaran yang cukup jelas. Dari total sampel, didapatkan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan sebesar 29,4 menit. Angka ini memang masih berada di bawah batas standar maksimal 30 menit, namun analisis lebih rinci menunjukkan bahwa tidak semua resep memenuhi kriteria. Dari 172 resep yang diamati, 91 resep (53%) sesuai standar pelayanan, sementara 81 resep (47%) masih melewati batas waktu yang ditentukan.
Faktor yang memengaruhi variasi waktu tunggu ini antara lain jumlah obat dalam resep, beban kerja instalasi farmasi pada jam sibuk, hingga keterbatasan tenaga farmasi yang bertugas. Misalnya, resep dengan jumlah obat lebih dari 10 jenis cenderung membutuhkan waktu lebih lama, rata-rata hingga 34 menit, dibandingkan resep dengan 1–5 jenis obat yang hanya memakan waktu sekitar 28,9 menit. Penelitian juga mencatat bahwa puncak keterlambatan biasanya terjadi pada rentang jam 09.30–11.00 WIB, saat terjadi penumpukan pasien.
Selain itu, peneliti menemukan bahwa rasio tenaga farmasi di instalasi tersebut belum ideal. Berdasarkan standar, satu apoteker idealnya menangani 50 pasien per hari. Namun di RS X, jumlah kunjungan instalasi farmasi rawat jalan mencapai sekitar 300 pasien per hari, sehingga beban kerja jauh lebih tinggi daripada kapasitas ideal. Hal ini berimbas pada menurunnya kecepatan pelayanan, bahkan terkadang petugas terkesan terburu-buru sehingga risiko kesalahan dalam skrining resep pun meningkat.
Dari hasil pengamatan, penelitian ini menyimpulkan bahwa pelayanan resep non racikan di RS X masih perlu ditingkatkan. Meski sebagian besar resep sudah memenuhi standar, hampir setengahnya masih melebihi batas waktu tunggu yang ditetapkan. Peneliti memberikan sejumlah saran, antara lain penambahan tenaga farmasi, optimalisasi sarana prasarana, serta pelatihan lanjutan bagi petugas agar lebih sigap dalam menangani lonjakan pasien pada jam sibuk.
Penelitian Fajar Octaviani ini sekaligus menegaskan pentingnya instalasi farmasi sebagai wajah mutu rumah sakit. Bagi pasien, kecepatan mendapatkan obat adalah bagian tak terpisahkan dari kepuasan layanan kesehatan. Dengan adanya kajian ini, manajemen RS X diharapkan dapat menjadikannya sebagai bahan evaluasi dan memperbaiki sistem pelayanan sehingga waktu tunggu resep non racikan bisa semakin dipangkas.
Sebagaimana ditegaskan dalam kesimpulan penelitian, bila kecepatan pelayanan resep bisa ditingkatkan, maka bukan hanya pasien yang diuntungkan, tetapi juga rumah sakit yang akan memperoleh citra lebih baik di mata masyarakat.(ed : fatikakh)
Sumber : repositori UNIMMA