Magelang, 16 September 2025 – Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Potensi zakat yang begitu besar—mencapai Rp233,8 triliun pada 2019 dan bahkan diproyeksikan Rp327,6 triliun pada 2021—seharusnya bisa menjadi motor penggerak pengentasan kemiskinan. Namun kenyataannya, zakat sering kali masih dipahami sekadar sebagai santunan sesaat.
Kondisi inilah yang mendorong Ratna Handayani, mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Magelang, menulis skripsi bertajuk “Model, Strategi, dan Dampak Pendayagunaan Zakat terhadap Mustahiq pada Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia.” Penelitian ini menggunakan pendekatan narrative review, menelaah 20 artikel ilmiah nasional yang terbit antara 2012–2022.
Tujuan: Menemukan Pola, Strategi, dan Dampak
Ratna menyebutkan bahwa penelitiannya bertujuan menganalisis model pendayagunaan zakat, strategi pengelolaan, serta dampaknya terhadap mustahiq. Ia berharap hasil kajiannya dapat menjadi masukan bagi lembaga zakat, pemerintah, dan masyarakat agar dana zakat tidak hanya berhenti sebagai konsumsi jangka pendek, tetapi juga sarana pemberdayaan ekonomi jangka panjang.
Model Pendayagunaan: Konsumtif dan Produktif
Kajian literatur menunjukkan, ada dua model utama yang dijalankan organisasi pengelola zakat (OPZ) di Indonesia:
-
Zakat konsumtif diberikan dalam bentuk santunan langsung, misalnya sembako atau uang tunai. Model ini memang membantu kebutuhan pokok sehari-hari para mustahiq.
-
Zakat produktif disalurkan dalam bentuk modal usaha, pelatihan, atau sarana produksi. Model ini diyakini lebih berdampak jangka panjang, karena mendorong mustahiq memiliki penghasilan mandiri hingga berpotensi berubah status menjadi muzakki.
Strategi: Dari Forecasting hingga Controlling
Dari 20 artikel yang dianalisis, Ratna menemukan pola strategi manajemen zakat yang modern dan sistematis:
- Forecasting – meramalkan kebutuhan dan potensi zakat yang dapat dihimpun.
- Planning – merancang program pendayagunaan, baik konsumtif maupun produktif.
- Organizing & Leading – menggerakkan elemen-elemen penting, mulai dari muzakki, pengelola, hingga mustahiq.
- Controlling – melakukan pengawasan agar dana zakat tepat sasaran dan digunakan sesuai tujuan.
Strategi ini menunjukkan bahwa lembaga zakat kini tidak lagi sekadar menyalurkan dana, tetapi juga mengelola dengan prinsip tata kelola modern.
Dampak: Mustahiq Lebih Mandiri
Hasil penelitian Ratna memperlihatkan dampak yang signifikan:
-
Dari zakat konsumtif, mustahiq dapat memenuhi kebutuhan hidup pokoknya.
-
Dari zakat produktif, mustahiq berkesempatan memperoleh penghasilan tambahan, mengembangkan usaha, bahkan sebagian berhasil meningkatkan taraf hidupnya sehingga beralih menjadi muzakki.
Transformasi ini menjadi bukti bahwa zakat bisa menjadi instrumen penting pengentasan kemiskinan jika dikelola dengan strategi yang tepat.
Kontribusi Akademis dan Praktis
Secara akademis, skripsi Ratna memberi gambaran komprehensif mengenai perkembangan literatur tentang zakat dalam satu dekade terakhir. Penelitiannya juga mengisi celah kajian yang sebelumnya lebih banyak berfokus pada tata kelola dan pola distribusi.
Secara praktis, hasil penelitian ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi OPZ untuk memperkuat program produktif. Pemerintah juga dapat memanfaatkannya sebagai acuan kebijakan agar zakat lebih terarah sebagai instrumen kesejahteraan sosial.
Penutup
Melalui penelitiannya, Ratna Handayani menyampaikan pesan tegas: zakat bukan hanya ibadah ritual, melainkan juga instrumen ekonomi. “Zakat harus dipandang sebagai sarana pemberdayaan, bukan sekadar santunan sesaat,” tulisnya dalam kesimpulan.
Dengan penelitian ini, Ratna menegaskan bahwa potensi zakat Indonesia yang begitu besar akan benar-benar bermanfaat jika diarahkan pada model produktif dengan strategi pengelolaan profesional. Dari mustahiq yang bergantung pada bantuan, menjadi muzakki yang mandiri—itulah jalan panjang pemberdayaan yang ditawarkan zakat. (ed: Adella)
sumber: repository UNIMMA