Magelang, 25 Agustus 2025 – Bagaimana caranya membuat guru lebih semangat, sabar, dan tetap bisa mengajar dengan baik meski banyak tantangan? Pertanyaan itu coba dijawab lewat penelitian yang dilakukan Zamzami Ulwiyati Darojad, mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Magelang.
Penelitiannya berjudul “Pengaruh Spiritualitas dan Pelatihan terhadap Kinerja melalui Resiliensi pada Guru Raudlatul Athfal (RA) di Kabupaten Sleman”. Ia meneliti para guru RA, lembaga pendidikan anak usia dini setara taman kanak-kanak di bawah Kementerian Agama.
Guru RA di Sleman setiap hari mendampingi anak-anak usia dini. Tugas mereka bukan main berat. Selain mendidik, mereka harus sabar menghadapi anak-anak yang sedang aktif-aktifnya, sekaligus menanggung tuntutan orang tua dan aturan sekolah. Belum lagi soal gaji yang terbatas, juga fasilitas yang tidak selalu memadai.
“Guru bukan hanya dituntut pintar mengajar, tapi juga harus kuat menghadapi tekanan. Di sinilah resiliensi atau daya lenting berperan,” jelas Zamzami dalam penelitiannya.
Apa Tujuan Penelitian?
Zamzami ingin membuktikan apakah spiritualitas (kedekatan dengan nilai-nilai keagamaan) dan pelatihan guru bisa meningkatkan kinerja guru, baik secara langsung maupun lewat resiliensi.
Menurutnya, guru yang punya spiritualitas kuat akan lebih ikhlas, sabar, dan tabah. Sementara guru yang rutin ikut pelatihan akan lebih percaya diri karena punya bekal keterampilan baru. Tapi semua itu belum cukup tanpa resiliensi, yaitu kemampuan untuk bangkit ketika menghadapi kesulitan.
Bagaimana Penelitiannya?
Penelitian dilakukan terhadap 160 guru RA non-PNS di Kabupaten Sleman. Mereka diminta mengisi kuesioner yang menilai tingkat spiritualitas, pelatihan yang diikuti, daya lenting, serta kinerja sehari-hari.
Data kemudian dianalisis dengan metode statistik untuk melihat hubungan antar faktor.
Hasil yang Menarik
Ada beberapa temuan penting dari penelitian ini.
Pertama, spiritualitas memang berpengaruh positif terhadap kinerja guru, meski tidak terlalu besar jika berdiri sendiri.
Kedua, pelatihan juga terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja. Guru yang sering ikut pelatihan merasa lebih siap dan tidak mudah panik.
Ketiga, resiliensi ternyata jadi kunci utama. Guru yang punya daya lenting tinggi jauh lebih mampu mempertahankan kinerja. Mereka tidak gampang menyerah meski gajinya kecil, fasilitas kurang, atau menghadapi anak-anak dengan berbagai karakter.
Menariknya, spiritualitas dan pelatihan lebih efektif meningkatkan kinerja ketika melalui resiliensi. Artinya, spiritualitas dan pelatihan tidak otomatis membuat guru bekerja lebih baik. Hasilnya akan maksimal kalau guru juga tangguh secara mental.
Secara keseluruhan, kombinasi spiritualitas, pelatihan, dan resiliensi mampu menjelaskan 56,7 persen kinerja guru RA di Sleman. Sisanya dipengaruhi faktor lain seperti kesejahteraan, dukungan keluarga, atau lingkungan kerja.
Penting Bagi Dunia Pendidikan
Bagi lembaga pendidikan, temuan ini jadi pengingat bahwa membangun kualitas guru tidak cukup hanya dengan memberi pelatihan teknis. Pembinaan spiritual dan penguatan mental juga sangat penting.
“Guru yang resilien akan lebih siap menghadapi perubahan zaman. Mereka bisa tetap fokus mendidik anak, meski dihadapkan pada masalah pribadi atau pekerjaan,” tulis Zamzami.
Bekal Bagi Guru RA
Penelitian ini memberi pesan sederhana bagi guru: jangan berhenti belajar lewat pelatihan, perkuat pula sisi spiritual, dan jangan lupa melatih ketangguhan diri.
Bagi pemerintah atau lembaga pendidikan, hasil riset ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun program pengembangan guru. Pelatihan yang hanya fokus pada teknik mengajar mungkin tidak cukup. Perlu ada kegiatan yang juga membangun semangat, mental, dan jiwa guru agar lebih kuat menghadapi tantangan.
Menatap ke Depan
Guru RA adalah garda terdepan dalam pendidikan anak usia dini. Dari tangan mereka, fondasi karakter dan pengetahuan anak mulai dibentuk. Karena itu, guru harus bukan hanya pintar, tapi juga kuat dan ikhlas.
Seperti disimpulkan Zamzami Ulwiyati Darojad, kombinasi spiritualitas, pelatihan, dan resiliensi adalah kunci untuk menghasilkan guru yang benar-benar berkinerja baik.
Dengan guru yang tangguh, anak-anak di Sleman – dan Indonesia pada umumnya – bisa mendapatkan pendidikan usia dini yang lebih berkualitas, sekaligus membentuk generasi masa depan yang lebih siap menghadapi tantangan. editor : Yunda sara