Magelang, 26 Agustus 2025-Nama Endang Widiarti Ningrum mencuat di dunia akademik lokal setelah menuntaskan penelitiannya di Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Magelang pada tahun 2022. Penelitian dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Religiusitas, dan Linieritas Tugas Mengajar terhadap Kinerja Guru SMP/MTs Muhammadiyah Kabupaten Wonosobo” yang ia lakukan bukan sekadar kajian biasa, melainkan sebuah upaya mendalam untuk memahami bagaimana tiga faktor penting—kepemimpinan kepala sekolah, religiusitas, dan linieritas tugas mengajar—mempengaruhi kinerja guru di SMP/MTs Muhammadiyah Kabupaten Wonosobo.
Endang memulai penelitiannya dari kegelisahan yang nyata di lapangan. Ia menemukan bahwa kinerja guru kerap kali naik-turun, bahkan sangat dipengaruhi oleh kehadiran kepala sekolah. Ada guru yang rajin dan disiplin ketika atasannya ada, namun kendur ketika pengawasan berkurang. Lebih jauh lagi, dalam konteks sekolah berbasis Islam, ia melihat banyak guru yang tetap bekerja tulus meski penghargaan finansial tidak sebanding, semata karena dorongan religiusitas yang kuat.
Selain itu, ada fenomena linieritas mengajar yang tak bisa diabaikan. Tidak sedikit guru di sekolah Muhammadiyah Wonosobo yang mengajar mata pelajaran di luar bidang keahliannya. Situasi ini terjadi karena keterbatasan sumber daya, sehingga banyak guru harus memegang lebih dari satu bidang studi, bahkan melampaui latar belakang ijazah mereka. Kondisi ini, menurut Endang, menimbulkan tanda tanya besar: sejauh mana linieritas atau ketidaklinieran mengajar berpengaruh pada kualitas kerja mereka?
Berangkat dari pertanyaan tersebut, Endang merumuskan tujuan penelitiannya: mengukur pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, religiusitas, dan linieritas tugas mengajar terhadap kinerja guru SMP/MTs Muhammadiyah di Kabupaten Wonosobo.
Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif. Endang melibatkan 81 responden guru dari enam SMP dan tiga MTs Muhammadiyah di Wonosobo. Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner, kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak statistik SPSS.
Hasilnya cukup mencengangkan sekaligus membuka wawasan baru. Endang menemukan bahwa ketiga variabel—kepemimpinan, religiusitas, dan linieritas—secara signifikan memengaruhi kinerja guru.
Secara rinci, sumbangan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru mencapai 24,74%. Artinya, gaya kepemimpinan yang baik, adil, serta mampu membina guru memiliki pengaruh besar dalam meningkatkan etos kerja. Religiusitas memberikan sumbangan 12,17%, menunjukkan bahwa nilai-nilai iman dan niat ibadah memang menjadi motor penggerak, meski porsinya tidak sebesar faktor lainnya. Menariknya, linieritas tugas mengajar justru menyumbang paling tinggi, yakni 45,98%. Dengan kata lain, semakin sesuai bidang ajar dengan latar belakang keilmuan guru, semakin baik pula kinerja yang mereka hasilkan.
Endang juga menegaskan adanya keterbatasan penelitian. Tidak semua data yang diisi responden mencerminkan pendapat asli mereka, karena faktor subjektivitas masih mungkin terjadi. Namun demikian, secara umum penelitian ini memberi pesan kuat bahwa peningkatan kinerja guru tidak bisa hanya bergantung pada satu aspek. Dibutuhkan kombinasi kepemimpinan yang inspiratif, penguatan nilai religius, serta penataan distribusi guru sesuai bidang keahliannya.
Penelitian ini membawa implikasi penting bagi pengelolaan sekolah, khususnya di lingkungan Muhammadiyah. Kepala sekolah dituntut tidak sekadar menjadi administrator, tetapi juga pemimpin yang mampu memberi teladan dan arah. Sementara itu, organisasi pendidikan perlu lebih serius menata penempatan guru agar linier dengan keahliannya. Religiusitas pun tetap harus dipupuk, karena ia memberi ruh dan keikhlasan dalam bekerja.
Dengan hasil ini, Endang Widiarti Ningrum berharap penelitiannya bisa menjadi pijakan bagi pemangku kebijakan pendidikan, baik di Muhammadiyah maupun di lingkup pemerintah daerah. “Peningkatan kinerja guru dapat bertumpu pada kepemimpinan kepala sekolah, religiusitas, dan linieritas tugas mengajar,” tulisnya dalam kesimpulan.
Penelitian ini sekaligus menjadi alarm bagi dunia pendidikan di daerah: membangun mutu sekolah tidak bisa dilepaskan dari kualitas guru. Dan kualitas guru, sebagaimana terungkap, sangat ditentukan oleh siapa yang memimpin, bagaimana mereka memaknai pekerjaannya, serta sejauh mana mereka ditempatkan sesuai kompetensinya. (Wied)
Sumber: Repositori UNIMMA