Magelang, 26 Agustus 2025 – Di tengah tantangan pengelolaan zakat agar lebih berdampak, penelitian yang dilakukan oleh Riza Nurfittria Rohman, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang, menghadirkan perspektif baru. Dalam skripsinya berjudul “Model Pengelolaan Zakat Produktif One Stop Empowerment LAZISMU”, Riza meneliti bagaimana Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) merancang model pemberdayaan ekonomi umat melalui zakat produktif.
Tujuan Penelitian
Riza menegaskan bahwa tujuan penelitiannya adalah menggali mekanisme penyaluran dana zakat produktif dalam program One Stop Empowerment serta melihat sejauh mana model itu dijalankan di lapangan. Kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi lembaga zakat, pembuat kebijakan, maupun masyarakat luas untuk memahami potensi zakat produktif sebagai sarana pemberdayaan ekonomi.
Dengan metode narrative review, Riza mengkaji 37 artikel yang relevan, kemudian menyaringnya menjadi 15 artikel yang dianalisis lebih dalam. Dari situlah, ia merangkum praktik-praktik pengelolaan zakat produktif yang diterapkan LAZISMU di berbagai daerah.
Hasil Penelitian
Hasil telaah menunjukkan bahwa LAZISMU telah menjalankan model One Stop Empowerment melalui enam pilar utama: Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Dakwah, Sosial, dan Kemanusiaan. Namun, pilar Ekonomi menjadi ujung tombak pemberdayaan zakat produktif.
Dua program besar yang menjadi sorotan adalah UMKM dan Tani Bangkit. Keduanya tidak hanya memberikan bantuan modal, tetapi juga menerapkan sistem dana bergulir (revolving fund), pendampingan intensif, pengembangan komunitas, dan kaderisasi. Pendekatan ini membedakan LAZISMU dari praktik tradisional penyaluran zakat konsumtif, karena lebih menekankan pada kemandirian mustahiq.
Contoh Program di Magelang
Di Kabupaten Magelang, program Tani Bangkit dijalankan dengan empat komponen utama. Pertama, pendampingan berupa pengawasan dan bimbingan dalam literasi keuangan serta pemasaran, termasuk promosi usaha ternak kambing. Kedua, pengembangan komunitas dengan melibatkan Pemuda Muhammadiyah dalam produksi dan distribusi. Ketiga, permodalan melalui kerja sama dengan Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM). Dana pinjaman dilunasi dalam satu tahun, dan pengembalian otomatis tercatat sebagai infaq ke rekening LAZISMU. Keempat, kaderisasi, yang bertujuan membentuk kemandirian dan jiwa kewirausahaan pada para penerima manfaat.
Di Kota Magelang, program UMKM seperti AngkringanMU berjalan dengan sistem monitoring bulanan. Dalam forum ini, para mitra berbagi pengalaman usaha sekaligus mendapat evaluasi dari pendamping. Selain modal berupa alat produksi, LAZISMU menyalurkan dana tunai dengan skema serupa, tetap menggandeng BTM sebagai mitra keuangan.
Praktik di Daerah Lain
Model serupa juga diterapkan di Sumatera Barat. Dalam program Tani Bangkit, penerima manfaat mendapat pendampingan teknis dari pengolahan lahan hingga pemasaran pascapanen. LAZISMU juga membentuk kelompok tani dan koperasi, serta menyediakan permodalan bergulir. Praktik ini telah berlangsung di Padang, Agam, Pariaman, hingga Sawahlunto.
Temuan Menarik
Bagi Riza, yang menarik dari model One Stop Empowerment bukan hanya soal dana bergulir, tetapi juga arsitektur pendampingan dan jejaring. LAZISMU melibatkan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan organisasi Angkatan Muda Muhammadiyah untuk mendampingi para pelaku usaha. Mereka diberi pelatihan kewirausahaan, literasi keuangan, hingga advokasi kebijakan.
Skema pembiayaan yang dipakai juga berbasis nilai, yakni qardhul hasan. Sistem ini menghindarkan beban bunga, sekaligus memperkuat nuansa keadilan sosial dan keberlanjutan. Melalui pola ini, mustahiq tidak sekadar menerima bantuan, melainkan belajar mengelola usaha, berjejaring, dan tumbuh menjadi wirausahawan mandiri.
Kesimpulan
Dalam simpulannya, Riza menyatakan bahwa LAZISMU memang telah menerapkan model One Stop Empowerment secara nyata. Dampaknya jelas terlihat: penerima manfaat tidak hanya terbantu secara ekonomi, tetapi juga didorong untuk mandiri, hingga berpotensi naik kelas menjadi muzakki.
Riza menekankan bahwa model ini dapat menjadi kerangka kerja yang bisa direplikasi: modal bergulir, pendampingan, komunitas, kaderisasi, dan kemitraan dengan kampus maupun organisasi. Menurutnya, tata kelola zakat produktif perlu terus diperbarui agar lebih berdampak dan terukur, sehingga mampu menjawab tantangan pengentasan kemiskinan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa zakat tidak lagi sekadar instrumen amal, melainkan dapat menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi umat bila dikelola dengan profesional dan terstruktur. (ed: Adella)
sumber: repository UNIMMA