Magelang, 27 Agustus 2025 – Pilihan masyarakat antara menggunakan obat tradisional atau obat konvensional ternyata tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan, melainkan lebih dipengaruhi oleh sikap mereka terhadap obat itu sendiri. Hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Winda Alawiyah Safi’a, mahasiswi Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Magelang.
Dalam skripsinya bertajuk “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Mengenai Obat Tradisional dan Obat Konvensional terhadap Tindakan Memilih Obat untuk Swamedikasi di Kapulogo Kulon”, Winda menyoroti fenomena swamedikasi atau pengobatan mandiri yang marak dilakukan warga, khususnya di daerah dengan keterbatasan akses layanan kesehatan.
Latar Belakang Penelitian
Dusun Kapulogo Kulon, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo, dipilih sebagai lokasi penelitian karena jaraknya yang cukup jauh dari fasilitas kesehatan seperti apotek, puskesmas, maupun rumah sakit. Kondisi geografis ini membuat masyarakat terbiasa melakukan swamedikasi untuk menangani keluhan kesehatan ringan.
Namun, keterbatasan informasi dan tingkat pendidikan yang relatif rendah menyebabkan pengetahuan warga mengenai obat tradisional maupun konvensional masih tergolong rendah hingga sedang. Situasi ini mendorong Winda untuk meneliti sejauh mana pengetahuan dan sikap warga berhubungan dengan tindakan mereka dalam memilih obat.
Tujuan Penelitian
Ada dua tujuan utama yang dirumuskan dalam penelitian ini. Pertama, mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terkait penggunaan obat tradisional dan konvensional. Kedua, menganalisis hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan swamedikasi.
Dengan kata lain, penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan: apakah pengetahuan masyarakat tentang obat cukup berpengaruh dalam keputusan mereka, atau justru sikap yang lebih menentukan?
Metodologi
Penelitian dilaksanakan pada Januari 2023 dengan menggunakan metode observasional cross sectional. Dari populasi sebanyak 514 jiwa, ditetapkan 84 responden berusia minimal 18 tahun dengan kriteria pernah menggunakan obat tradisional maupun konvensional.
Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner yang disusun untuk mengukur tiga aspek: pengetahuan, sikap, dan tindakan. Data kemudian dianalisis menggunakan uji statistik untuk melihat adanya hubungan antar variabel.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian, mayoritas responden berusia 18–44 tahun (78,6%), dengan proporsi perempuan lebih banyak (60,7%). Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap obat tradisional dan konvensional berada pada kategori baik, dengan persentase 54%.
Namun, ketika berbicara mengenai sikap, terlihat kecenderungan yang kuat: 89,3% responden bersikap positif terhadap obat konvensional, dan sebanyak 84,5% memilih obat konvensional untuk swamedikasi. Sementara itu, penggunaan obat tradisional masih ada, tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit.
Yang menarik, analisis statistik menunjukkan bahwa pengetahuan tidak memiliki hubungan signifikan dengan tindakan memilih obat. Artinya, meskipun seseorang memiliki pengetahuan yang baik tentang obat, hal itu tidak selalu berpengaruh pada keputusan akhirnya. Sebaliknya, sikap terbukti memiliki hubungan signifikan dengan tindakan. Semakin positif sikap masyarakat terhadap obat konvensional, semakin tinggi pula kecenderungan mereka memilihnya.
Simpulan dan Rekomendasi
Winda menyimpulkan bahwa dalam konteks swamedikasi, sikap lebih menentukan daripada pengetahuan. Dengan kata lain, bagaimana masyarakat memandang dan menilai suatu obat lebih memengaruhi keputusan mereka daripada seberapa banyak informasi yang mereka miliki.
Ia juga menyarankan agar penelitian serupa diperluas ke wilayah lain dengan jumlah responden lebih besar. Selain itu, perlu ditambahkan variabel lain seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan, yang mungkin juga berpengaruh terhadap pilihan obat masyarakat.
Implikasi Penelitian
Penelitian ini memberikan gambaran berharga bagi tenaga kesehatan, khususnya apoteker, dalam merancang strategi edukasi. Bukan hanya meningkatkan pengetahuan, tetapi juga membentuk sikap positif masyarakat terhadap penggunaan obat yang benar. Dengan pendekatan ini, diharapkan praktik swamedikasi dapat dilakukan secara lebih aman dan tepat guna.
Penutup
Melalui penelitiannya, Winda Alawiyah Safi’a berhasil mengungkap fakta bahwa dalam memilih obat untuk swamedikasi, sikap masyarakat jauh lebih dominan daripada pengetahuan. Penelitian ini tidak hanya menjadi capaian akademis, tetapi juga kontribusi nyata bagi upaya meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di daerah pedesaan. (ed: Adella)
sumber: repository UNIMMA