Magelang, 27 Agustus 2025– Di era digital, media sosial tidak lagi hanya dipakai untuk bersosialisasi, tetapi juga bisa menjadi sarana edukasi kesehatan. Hal itu dibuktikan oleh Nurwinda Yuliana Savitri, mahasiswa Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Magelang, lewat penelitiannya berjudul “Pengaruh Edukasi Video melalui Media Sosial WhatsApp terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Pituruh”.
Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut silent killer karena gejalanya kerap tak terasa, tetapi dampaknya sangat mematikan. Meski obat tersedia, banyak pasien justru tidak disiplin mengonsumsinya. Akibatnya, risiko komplikasi seperti stroke atau gagal jantung meningkat tajam.
Menurut Nurwinda, rendahnya kepatuhan minum obat menjadi masalah besar dalam pengendalian hipertensi. Edukasi kesehatan memang rutin dilakukan, tetapi biasanya terbatas pada brosur atau penyuluhan tatap muka yang kurang menarik dan mudah dilupakan. Di sisi lain, hampir semua pasien kini memiliki akses ke WhatsApp, aplikasi pesan instan yang sudah menjadi bagian hidup sehari-hari.
Tujuan Penelitian
Melihat fenomena itu, Nurwinda merancang penelitian untuk menguji apakah edukasi berupa video yang dikirim melalui WhatsApp bisa meningkatkan kepatuhan pasien hipertensi dalam minum obat. Ia menyusun materi edukasi berdasarkan teori Health Belief Model yang menekankan enam aspek penting:
-
Persepsi kerentanan,
-
Persepsi keparahan,
-
Manfaat yang dirasakan,
-
Hambatan yang dirasakan,
-
Kepercayaan diri, dan
-
Isyarat untuk bertindak.
Dengan pendekatan ini, video edukasi tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membangun kesadaran dan motivasi pasien untuk lebih disiplin.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan desain quasi-eksperimen pre-test dan post-test. Sebanyak 30 pasien hipertensi di Puskesmas Pituruh dipilih sebagai responden. Mereka kemudian dimasukkan ke dalam grup WhatsApp khusus, di mana Nurwinda membagikan video edukasi dua kali seminggu selama tiga minggu.
Selain memudahkan akses, penggunaan WhatsApp juga memungkinkan pasien memutar ulang video kapan saja. Fitur ini membuat materi edukasi lebih mudah dipahami dan diingat, berbeda dengan penyuluhan konvensional yang sekali dengar sering terlupakan.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan nyata dalam kepatuhan pasien. Skor kepatuhan rata-rata sebelum intervensi adalah 21,08 ± 2,32, sementara setelah intervensi meningkat menjadi 24,06 ± 1,18. Selisih 2,26 poin ini signifikan secara statistik dengan nilai p = 0,000.
Banyak responden menyatakan video lebih menarik dibanding membaca brosur. Mereka merasa lebih mudah memahami pesan kesehatan yang disampaikan secara visual dan audio. Bahkan, keluarga pasien yang ikut menonton video di WhatsApp juga terlibat dalam mengingatkan anggota keluarganya untuk rutin minum obat.
Penelitian ini membuktikan bahwa edukasi digital bisa memperluas jangkauan informasi kesehatan sekaligus memberikan dampak nyata pada perubahan perilaku pasien.
Simpulan dan Rekomendasi
Nurwinda Yuliana Savitri menyimpulkan bahwa edukasi video melalui WhatsApp efektif meningkatkan kepatuhan pasien hipertensi dalam mengonsumsi obat. Inovasi sederhana ini dapat menjadi alternatif solusi bagi puskesmas dan tenaga kesehatan di daerah lain yang menghadapi kendala waktu maupun keterbatasan tenaga.
Ia merekomendasikan agar layanan kesehatan memanfaatkan media sosial sebagai kanal edukasi kesehatan yang berkelanjutan. Selain WhatsApp, platform seperti YouTube atau Telegram juga bisa digunakan untuk menjangkau lebih banyak pasien.
Penutup
Penelitian ini menunjukkan bahwa edukasi kesehatan tidak harus rumit dan mahal. Dengan memanfaatkan teknologi yang akrab di masyarakat, pesan penting tentang disiplin minum obat bisa lebih mudah tersampaikan.
Lewat karyanya, Nurwinda Yuliana Savitri menghadirkan bukti bahwa inovasi sederhana bisa memberi dampak besar. Dari Purworejo, ia membawa pesan penting bagi dunia kesehatan: edukasi digital dapat menjadi senjata ampuh untuk mengalahkan hipertensi, si pembunuh senyap yang selama ini sering diabaikan. (ed: Adella)
sumber: repository UNIMMA