Magelang, 27 Agustus 2025 – Fenomena thrifting atau membeli pakaian bekas berkualitas kini bukan hanya tren gaya hidup, tetapi juga menjadi bentuk ekspresi diri bagi generasi muda. Di Kota Magelang, toko-toko thrift semakin menjamur, menarik minat remaja hingga mahasiswa. Fenomena ini mendorong Dimas Arief Wahyu Setyawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Magelang, untuk meneliti lebih jauh faktor-faktor yang memengaruhi niat beli konsumen muda terhadap produk thrift.
Dalam skripsinya berjudul “Pengaruh Brand Image, Perceived Quality, dan Perceived Price terhadap Niat Beli Produk Thrift”, Dimas berusaha menjawab pertanyaan sederhana namun penting: apa yang membuat anak muda tetap tertarik membeli barang bekas?
Latar Belakang
Thrifting identik dengan barang second-hand yang harganya lebih murah dibanding produk baru. Namun, daya tarik thrift tidak hanya pada harga. Banyak kalangan muda memburunya karena faktor merek, tren fesyen, hingga keunikan model yang jarang ditemukan di toko biasa.
Menurut Dimas, di tengah gempuran industri fast fashion, thrifting menawarkan alternatif menarik yang lebih ramah di kantong sekaligus memberi kesempatan tampil berbeda. Tetapi, apakah keputusan membeli thrift lebih dipengaruhi oleh kualitas barang, citra merek, atau harga? Pertanyaan ini menjadi titik tolak penelitiannya.
Tujuan Penelitian
Ada tiga tujuan utama yang dirumuskan Dimas:
-
Menguji pengaruh brand image terhadap niat beli produk thrift.
-
Menganalisis dampak perceived quality atau persepsi kualitas terhadap niat beli.
-
Menilai peran perceived price atau persepsi harga dalam mendorong niat beli konsumen muda.
Dengan menelaah ketiga faktor tersebut, penelitian ini diharapkan memberi gambaran jelas tentang perilaku konsumen muda Magelang dalam mengonsumsi fesyen thrift.
Metode Penelitian
Dimas menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode regresi linier berganda. Penelitian melibatkan 96 responden berusia 16–30 tahun yang sudah pernah membeli produk thrift.
Mayoritas responden adalah laki-laki (76 persen), sedangkan perempuan hanya 24 persen. Sebagian besar berasal dari kelompok usia 21–25 tahun, yang dikenal aktif mengikuti tren gaya hidup. Responden didominasi oleh pelajar dan mahasiswa, menunjukkan bahwa kalangan muda terdidik juga menjadi pasar utama produk thrift.
Data dikumpulkan melalui kuesioner daring yang kemudian diolah menggunakan program SPSS.
Hasil Penelitian
Dari hasil analisis, Dimas menemukan bahwa:
-
Brand image berpengaruh signifikan terhadap niat beli. Merek ternama tetap menjadi magnet utama, meskipun produk yang dijual adalah barang bekas. Anak muda merasa bangga mengenakan pakaian thrift bermerek karena memberi kesan bergaya sekaligus hemat.
-
Perceived price juga berpengaruh signifikan terhadap niat beli. Harga yang dianggap terjangkau dan sepadan dengan nilai barang mendorong konsumen untuk membeli tanpa ragu.
-
Perceived quality justru tidak berpengaruh signifikan. Artinya, kualitas bukan faktor utama bagi anak muda Magelang dalam memutuskan membeli thrift. Selama mereknya menarik dan harganya cocok, kualitas tidak terlalu diperhitungkan.
Temuan ini sekaligus menegaskan bahwa thrifting lebih dilihat sebagai gaya hidup ketimbang sekadar kebutuhan.
Simpulan dan Implikasi
Dimas Arief Wahyu Setyawan menyimpulkan bahwa niat beli produk thrift di kalangan generasi muda Magelang dipengaruhi terutama oleh citra merek dan persepsi harga. Kualitas barang, meski penting, tidak menjadi pertimbangan utama.
Implikasinya, pelaku usaha thrift harus lebih cermat dalam mengelola merek dan harga. Menonjolkan citra positif, menjaga kebersihan, serta menata produk bermerek dengan menarik dapat meningkatkan minat konsumen. Sementara itu, harga harus dipasang secara wajar sesuai daya beli anak muda.
Penutup
Penelitian ini memberi gambaran menarik bahwa thrifting bukan lagi sekadar membeli pakaian bekas, tetapi bagian dari gaya hidup modern yang sarat makna. Dari Kota Magelang, Dimas Arief Wahyu Setyawan menunjukkan bahwa citra merek dan harga adalah kunci yang menentukan apakah generasi muda akan melirik sebuah produk thrift atau tidak.
Dengan temuannya, Dimas menegaskan satu hal: dalam dunia thrift, merek tetap segalanya, dan harga yang bersahabat adalah senjata utama. (ed: Adella)
sumber: repository UNIMMA