Magelang, 26 Agustus 2025-Fenomena peredaran narkotika jenis baru yang dikenal dengan sebutan tembakau gorila kini menjadi salah satu momok serius di tengah masyarakat, khususnya di kalangan remaja. Tembakau yang disemprot dengan bahan kimia sintetis menyerupai ganja ini mampu menimbulkan efek halusinogen berbahaya, bahkan berpotensi menyebabkan kecanduan dan kematian. Meski demikian, produk ini sempat tidak tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sehingga kerap menimbulkan celah hukum.
Keresahan tersebut menjadi latar belakang penelitian yang dilakukan oleh Azka Firdausi Nugraha, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang. Dalam skripsinya berjudul “Dasar Pertimbangan Kejaksaan dalam Tuntutan Pidana Penyalahgunaan Tembakau Gorila di Kota Magelang” (2022), Azka meneliti bagaimana kejaksaan mengambil sikap dalam menghadapi kasus-kasus penyalahgunaan tembakau gorila, serta bagaimana pertanggungjawaban pidana diterapkan terhadap para pelaku.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk dua hal utama. Pertama, secara objektif, penelitian ingin mengungkap bagaimana penegakan hukum terhadap narkotika jenis baru, yakni tembakau gorila, dalam pertimbangan kejaksaan. Kedua, menelaah bagaimana pertanggungjawaban pidana diberikan kepada pelaku berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor 55/Pid.Sus/2021.
Selain itu, Azka menekankan manfaat praktis penelitiannya: memberikan masukan bagi aparat penegak hukum, memperluas wawasan mengenai celah hukum narkotika baru, sekaligus menambah literatur akademik di bidang hukum pidana.
Metode Penelitian
Azka menggunakan pendekatan hukum normatif dengan teknik studi pustaka dan analisis kualitatif. Ia menelaah kasus konkret di Kota Magelang dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan, Surat Edaran Jaksa Agung, serta putusan pengadilan. Pendekatan kasus, historis, dan komparatif dipakai untuk memahami persoalan dari berbagai sisi.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menjalankan tuntutan pidana, Jaksa Penuntut Umum (JPU) berpedoman pada Surat Edaran Jaksa Agung sebagai acuan. Surat edaran tersebut menegaskan pentingnya memperhatikan bobot barang bukti, status terdakwa (apakah pengguna, pengedar, atau residivis), serta alat bukti sah berupa keterangan saksi, hasil uji laboratorium, dan tes urin.
Dalam kasus putusan PN Magelang Nomor 55/Pid.Sus/2021, terdakwa terbukti bersalah menyalahgunakan tembakau gorila. Majelis hakim menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan tambahan selama 2 bulan. Putusan ini dijatuhkan berdasarkan Pasal 112 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo. Permenkes Nomor 4 Tahun 2021 yang memperbarui penggolongan narkotika.
Menurut Azka, putusan tersebut telah sesuai dengan prinsip keadilan, karena hakim memperhatikan batas minimal dan maksimal pidana serta berupaya memberikan efek jera. Namun, ia juga mencatat bahwa UU Narkotika masih belum mengatur secara tegas terkait tembakau gorila. Hal ini menimbulkan kebutuhan mendesak untuk melakukan perubahan atau pembaharuan hukum agar penggolongan narkotika lebih jelas dan tidak menimbulkan celah hukum.
Kesimpulan dan Saran
Dari penelitiannya, Azka menyimpulkan bahwa kejaksaan memegang peran vital dalam memastikan proses hukum berjalan adil melalui pertimbangan yang matang sebelum melayangkan tuntutan. Namun, kelemahan regulasi membuat aparat penegak hukum harus mengandalkan surat edaran dan interpretasi terhadap aturan yang ada.
Ia menyarankan agar pemerintah segera melakukan revisi pada UU Narkotika, khususnya terkait penggolongan tembakau gorila, guna mempertegas aturan dan memudahkan aparat dalam memberikan kepastian hukum. Selain itu, koordinasi antarpenegak hukum – kepolisian, kejaksaan, hakim, hingga lembaga pemasyarakatan – harus lebih diperkuat agar penanganan kasus narkotika dapat dilakukan dengan lebih efektif dan komprehensif.
Dengan penelitian ini, Azka Firdausi Nugraha berhasil menunjukkan bahwa masalah narkotika tidak hanya berhenti pada maraknya peredaran, tetapi juga menyentuh aspek regulasi dan penegakan hukum. Tembakau gorila hanyalah satu contoh dari cepatnya inovasi narkotika sintetis yang menuntut kecepatan adaptasi hukum. Magelang mungkin hanya satu kota kecil, tetapi kasus ini mencerminkan tantangan besar Indonesia dalam menghadapi ancaman narkotika di era modern.