Magelang, 26 Agustus 2025 – Pendidikan nonformal kerap menjadi jalan keluar bagi mereka yang terhambat mengenyam pendidikan formal. Hal ini tercermin dari hadirnya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat luas, termasuk mereka yang sempat putus sekolah. Salah satu lembaga yang mendapat sorotan dalam dunia akademik adalah PKBM Kuncup Mekar Kota Magelang, melalui penelitian yang dilakukan oleh Vika Rahmatari, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang.
Dalam skripsinya yang berjudul “Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Program Kejar Paket C di Lembaga Pendidikan Nonformal Kuncup Mekar Kota Magelang”, Vika menyoroti bagaimana pendidikan agama dijalankan di tengah keterbatasan sarana dan beragamnya latar belakang peserta didik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilatarbelakangi keprihatinan terhadap fenomena putus sekolah yang cukup tinggi, baik karena faktor ekonomi, lingkungan, maupun persoalan sosial lain. Program Paket C yang setara dengan pendidikan SMA hadir sebagai solusi. Menariknya, di PKBM Kuncup Mekar, pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) menjadi aspek penting yang tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga pembentukan karakter.
Vika Rahmatari menegaskan, penelitian ini memiliki tiga tujuan utama. Pertama, mengetahui model pembelajaran PAI yang digunakan pada program Paket C. Kedua, menelaah implementasi model tersebut dalam kegiatan belajar mengajar. Ketiga, mengevaluasi efektivitas pelaksanaannya bagi peserta didik.
Metode Penelitian
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, Vika melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi langsung di PKBM Kuncup Mekar. Subjek penelitian mencakup kepala lembaga, para tutor, dan peserta didik yang terdiri dari remaja hingga orang dewasa berusia di atas 40 tahun.
Hasil Penelitian: Model Kontekstual dengan Sentuhan Seni
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran PAI di PKBM Kuncup Mekar menggunakan model kontekstual. Artinya, materi agama Islam tidak hanya disampaikan secara teoritis, tetapi juga dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Tutor berusaha menghadirkan pengalaman belajar yang nyata, relevan, dan mudah dipahami.
Yang menarik, metode pembelajaran tidak hanya berbentuk diskusi, membaca, dan menulis, tetapi juga dipadukan dengan seni dan pendekatan hati. Misalnya, peserta didik diajak berlatih memainkan alat musik ketipung sambil melantunkan sholawat atau lagu-lagu islami. Cara ini membuat suasana belajar lebih hidup, menyenangkan, dan mengurangi kesan kaku pada mata pelajaran agama.
Implementasi di Lapangan
Tutor di PKBM Kuncup Mekar menerapkan beragam metode dalam kelas, seperti ceramah interaktif, tanya jawab, diskusi kelompok, hingga praktik membaca Al-Qur’an. Karena sebagian peserta didik memiliki latar belakang bekerja, pembelajaran dilaksanakan fleksibel, biasanya seminggu sekali. Meski demikian, antusiasme peserta tetap tinggi.
Selain aspek kognitif, penekanan besar diberikan pada pembinaan akhlak. Peserta didik dibimbing untuk mampu mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari disiplin beribadah hingga menjalin hubungan sosial yang baik.
Evaluasi: Lebih dari Sekadar Nilai Tertulis
Dalam mengevaluasi pembelajaran, tutor tidak hanya menilai tugas tertulis dan ujian, tetapi juga memperhatikan keaktifan, kedisiplinan, serta perubahan perilaku peserta didik. Penilaian semacam ini dianggap lebih relevan dengan tujuan utama pendidikan agama, yaitu membentuk insan yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.
Indikator evaluasi yang digunakan meliputi efektivitas, efisiensi, kecukupan, responsivitas, dan ketepatan penerapan metode. Hasilnya menunjukkan bahwa meski dengan segala keterbatasan, pembelajaran PAI di PKBM Kuncup Mekar dinilai cukup berhasil dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap keagamaan peserta didik.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari penelitian ini, Vika Rahmatari menyimpulkan bahwa model kontekstual dengan pendekatan seni mampu menjadi strategi efektif dalam pembelajaran PAI di pendidikan nonformal. Keterbatasan sarana dan beragamnya latar belakang peserta memang menjadi tantangan, namun antusiasme peserta serta kreativitas tutor berhasil menutupi kekurangan tersebut.
Penelitian ini menegaskan bahwa pendidikan nonformal, khususnya melalui program Paket C, bukan sekadar jalur alternatif, melainkan wadah strategis dalam mencetak generasi yang berilmu sekaligus religius. Vika berharap, hasil penelitiannya dapat menjadi masukan berharga bagi pengelola PKBM lain, sekaligus menjadi referensi untuk pengembangan metode pembelajaran agama yang lebih inovatif.
“Pendidikan Agama Islam tidak hanya berhenti pada teori, tetapi harus menyentuh hati dan membentuk perilaku nyata peserta didik,” tegas Vika Rahmatari dalam penutup penelitiannya. (ed:Adella)
sumber: repository UNIMMA