Magelang, 25 Agustus 2025 – Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yanvi Adika Hikmareza menyoroti masalah klasik dalam pengelolaan penyakit hipertensi: kepatuhan pasien terhadap diet yang dianjurkan. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet pada penderita hipertensi, sekaligus memberikan gambaran tentang upaya yang perlu ditingkatkan agar pengendalian tekanan darah bisa lebih optimal.

Hipertensi dikenal sebagai “silent killer” karena sering tidak bergejala namun membawa risiko besar, mulai dari stroke, penyakit jantung koroner, hingga gagal ginjal. Salah satu pilar utama penanganan hipertensi adalah kepatuhan terhadap diet rendah garam, rendah lemak jenuh, serta pola makan seimbang. Namun dalam praktiknya, banyak pasien yang kesulitan mempertahankan kebiasaan diet sehat ini.

Dalam penelitian yang dilakukan Yanvi, beberapa faktor diuji untuk melihat pengaruhnya terhadap kepatuhan diet, antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, dan dukungan keluarga. Responden penelitian adalah para penderita hipertensi yang sedang menjalani perawatan maupun kontrol kesehatan.

Hasil penelitian menunjukkan adanya sejumlah faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat kepatuhan pasien. Tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, serta dukungan keluarga terbukti berperan penting. Pasien dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memahami pentingnya diet hipertensi dan lebih disiplin menjalankannya. Hal yang sama berlaku pada responden dengan pengetahuan baik tentang penyakit dan konsekuensi medisnya. Sikap positif terhadap perubahan pola makan juga memperbesar kemungkinan pasien patuh.

Yang menarik, dukungan keluarga muncul sebagai faktor dominan. Pasien yang mendapatkan dorongan, pengawasan, atau sekadar motivasi dari keluarga terbukti lebih mudah menjalani aturan diet yang ketat. Peneliti menekankan bahwa dukungan emosional maupun praktis dari orang terdekat sangat berpengaruh terhadap konsistensi penderita hipertensi dalam menjaga pola makan.

Sementara itu, faktor-faktor seperti usia dan jenis kelamin tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan diet. Artinya, baik laki-laki maupun perempuan, muda maupun tua, sama-sama berpotensi patuh atau tidak patuh, tergantung pada variabel lain yang lebih kuat, terutama dukungan keluarga dan tingkat pengetahuan.

Menurut Yanvi, hasil ini sejalan dengan teori perilaku kesehatan yang menyebutkan bahwa perubahan gaya hidup sangat dipengaruhi oleh aspek psikososial, bukan sekadar karakteristik demografis. “Pasien yang mendapatkan dukungan dari orang terdekat akan merasa lebih ringan dalam menjalani pembatasan diet. Begitu juga dengan peningkatan pengetahuan, yang membuat pasien lebih sadar akan risiko dan lebih termotivasi untuk disiplin,” jelasnya.

Penelitian ini juga menekankan pentingnya intervensi dari tenaga kesehatan. Edukasi yang berulang, konseling gizi, serta pelibatan keluarga dalam proses perawatan menjadi kunci dalam meningkatkan kepatuhan pasien. Yanvi merekomendasikan agar program-program pengendalian hipertensi tidak hanya berfokus pada pasien, tetapi juga mengedukasi anggota keluarga sebagai pendukung utama.

Secara keseluruhan, studi ini memberikan pesan penting bahwa kepatuhan diet hipertensi tidak bisa dipandang hanya sebagai tanggung jawab individu. Lingkungan sosial, terutama keluarga, memegang peranan sentral. Dengan pemahaman yang baik dan dukungan yang kuat, penderita hipertensi dapat lebih konsisten menjalankan diet sehat sehingga risiko komplikasi berbahaya bisa ditekan.

Penelitian Yanvi Adika Hikmareza mempertegas kembali bahwa dalam dunia kesehatan masyarakat, faktor non-medis kerap menjadi penentu utama keberhasilan terapi. Hasil studinya diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi kesehatan, perawat, dan keluarga pasien dalam merancang strategi yang lebih efektif untuk menekan prevalensi hipertensi di masyarakat.(ed.fatikakh)

Sumber : repositori UNIMMA