Magelang, 26 Agustus 2025 – Bagi setiap orang tua, menitipkan pendidikan anak bukan sekadar soal memilih sekolah. Lebih dari itu, ada rasa percaya, harapan, bahkan doa yang ikut disematkan pada sebuah lembaga pendidikan. Hal inilah yang coba dipotret oleh Agus Susila, seorang peneliti yang menaruh perhatian besar pada dunia pendidikan dasar, khususnya di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Islam Tonoboyo, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang.
Penelitian Agus Susila ini berangkat dari sebuah pertanyaan sederhana namun mendasar: apakah orang tua benar-benar merasa puas dengan layanan pendidikan yang diberikan sekolah? Kepuasan orang tua, dalam hal ini wali murid, tentu bukan hanya soal pencapaian akademik, melainkan juga bagaimana sekolah melayani, mendidik, dan berinteraksi dengan peserta didik sehari-hari.
Suara Wali Murid
Dalam risetnya, Agus memilih wali murid MI Al Islam Tonoboyo sebagai objek penelitian. Melalui metode kualitatif deskriptif, ia mencoba mendengarkan dan memahami pengalaman mereka. Baginya, suara orang tua merupakan cermin berharga untuk mengukur kualitas layanan pendidikan yang diberikan madrasah.
Wali murid tidak hanya menjadi penonton dalam proses pendidikan anak, tetapi juga mitra yang berhak menilai. Agus menyadari, tanpa adanya kepuasan dan kepercayaan dari orang tua, sebuah sekolah sulit berkembang secara optimal.
Mengukur dan Memahami Kepuasan
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan wali murid terhadap layanan pendidikan di MI Al Islam Tonoboyo. Selain itu, Agus juga ingin mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung maupun menghambat pelayanan sekolah. Dengan begitu, penelitian ini diharapkan bisa menjadi cermin evaluasi sekaligus rekomendasi perbaikan bagi pihak sekolah.
Antara Puas dan Masih Perlu Perbaikan
Dari hasil penelitiannya, Agus menemukan bahwa secara umum wali murid merasa cukup puas dengan layanan pendidikan di MI Al Islam Tonoboyo. Mereka menilai guru-guru di sekolah tersebut memiliki sikap ramah, telaten, dan mampu membimbing anak dengan baik. Lingkungan sekolah yang religius dan penuh kedekatan emosional juga menjadi nilai tambah.
Namun demikian, penelitian ini juga mengungkap adanya beberapa catatan penting. Salah satunya adalah keterbatasan sarana dan prasarana, seperti fasilitas belajar yang belum sepenuhnya memadai. Beberapa wali murid merasa bahwa sekolah masih perlu berbenah, terutama dalam menyediakan fasilitas pendukung kegiatan belajar mengajar yang lebih modern dan lengkap.
Faktor pendukung yang paling menonjol adalah dedikasi guru dan komitmen sekolah dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan. Sementara itu, faktor penghambat lebih banyak berkaitan dengan keterbatasan dana dan fasilitas.
Menarik untuk Dicatat
Yang menarik dari penelitian ini adalah bagaimana Agus menekankan pentingnya hubungan timbal balik antara sekolah dan wali murid. Kepuasan tidak hanya diukur dari hasil ujian atau prestasi akademik anak, melainkan juga dari hal-hal sederhana: komunikasi guru dengan orang tua, perhatian sekolah terhadap kebutuhan anak, hingga bagaimana pihak sekolah merespons kritik dan saran.
Dengan demikian, penelitian ini menegaskan bahwa pendidikan yang baik adalah hasil kerja sama. Sekolah tidak bisa berdiri sendiri, begitu pula orang tua. Kepuasan wali murid bukan tujuan akhir, melainkan sebuah proses yang terus diperbaiki.
Penelitian Agus Susila di MI Al Islam Tonoboyo ini memberikan gambaran nyata tentang bagaimana orang tua menilai layanan pendidikan anak mereka. Ada kebanggaan, ada kepuasan, tapi juga ada harapan besar untuk perbaikan di masa mendatang.
Lewat riset ini, kita diingatkan kembali bahwa kualitas pendidikan bukan hanya soal kurikulum atau nilai ujian, tetapi juga soal pelayanan, komunikasi, dan kepercayaan. Dan di tengah segala keterbatasan, MI Al Islam Tonoboyo tetap berusaha memberikan yang terbaik, sambil terus belajar dari suara-suara jujur para wali muridnya. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA