Magelang 26 Agustus 2025 – Afifah Tiara Briliani, peneliti muda dari Fakultas Ilmu Kesehatan, menyoroti isu penting yang sering luput dari perhatian: keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi para perawat. Dalam penelitiannya, ia menekankan bagaimana beban kerja tinggi, tekanan emosional, serta jam kerja yang tidak menentu membuat banyak tenaga kesehatan berisiko mengalami kelelahan hingga penurunan kualitas hidup.
Tujuan dari penelitian ini sederhana namun krusial: mengevaluasi sejauh mana pelatihan work life balance mampu memberikan dampak positif terhadap para perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang. Briliani meyakini bahwa perawat yang mampu menjaga keseimbangan hidup akan lebih produktif, lebih sehat secara mental, dan mampu memberikan pelayanan terbaik bagi pasien.
Metode yang digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen dengan desain pre-test dan post-test menggunakan kelompok kontrol. Sampel terdiri dari perawat rawat inap dengan pembagian kelompok perlakuan dan kontrol, yang masing-masing diberi penilaian sebelum dan sesudah pelatihan. Program pelatihan yang disusun tidak hanya mencakup teori tentang konsep keseimbangan hidup, tetapi juga praktik manajemen waktu, strategi mengelola stres, hingga cara menjaga hubungan sosial dan keluarga di tengah tuntutan kerja.
Hasil penelitian menunjukkan temuan yang menarik. Setelah mengikuti pelatihan, para perawat dalam kelompok perlakuan mengalami peningkatan signifikan dalam skor work life balance. Mereka melaporkan mampu mengatur waktu lebih baik, merasa lebih rileks dalam menghadapi tekanan, serta memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi. Sebaliknya, kelompok kontrol yang tidak mendapat pelatihan cenderung tidak mengalami perubahan berarti.
Salah satu catatan penting dari penelitian ini adalah bahwa keseimbangan hidup tidak hanya berdampak pada individu, melainkan juga pada institusi tempat mereka bekerja. Perawat yang sejahtera secara mental lebih mampu memberikan pelayanan penuh empati dan memiliki kinerja yang stabil. Briliani menekankan bahwa manfaat jangka panjang pelatihan ini akan terasa bukan hanya pada perawat, melainkan juga pada kualitas layanan rumah sakit secara keseluruhan.
Selain itu, penelitian ini menyoroti aspek budaya kerja. Banyak perawat yang sebelumnya merasa tidak punya ruang untuk diri sendiri kini lebih berani menyuarakan kebutuhan personal tanpa merasa mengabaikan pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan work life balance dapat menjadi sarana perubahan pola pikir sekaligus membangun budaya kerja yang lebih sehat di lingkungan rumah sakit.
Briliani menyimpulkan bahwa program serupa perlu diperluas dan dijadikan bagian dari strategi pengembangan sumber daya manusia di rumah sakit, khususnya bagi tenaga kesehatan yang rentan mengalami burnout. “Work life balance bukan sekadar jargon, melainkan kebutuhan mendasar agar tenaga kesehatan bisa bertahan menghadapi kompleksitas pekerjaannya,” ujarnya.
Dengan hasil penelitian ini, Briliani berharap rumah sakit lain dapat mencontoh langkah RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang untuk memberikan ruang bagi keseimbangan hidup tenaga medis. Ia juga merekomendasikan agar pihak manajemen mempertimbangkan program lanjutan berupa konseling, dukungan psikososial, hingga sistem kerja yang lebih fleksibel.
Penelitian yang dilakukan oleh Afifah Tiara Briliani memberikan gambaran jelas bahwa investasi pada kesejahteraan tenaga kesehatan akan memberikan keuntungan berlipat. Bukan hanya produktivitas yang meningkat, tetapi juga kualitas layanan yang lebih manusiawi. Dalam jangka panjang, hal ini tentu berkontribusi pada citra rumah sakit sebagai institusi yang peduli pada pasien sekaligus karyawannya. (ed : noviyanti)
sumber : repository UNIMMA