Magelang, 27 Agustus 2025 – Di tengah maraknya isu lingkungan dan semakin sempitnya ruang hijau, sebuah program unik lahir dari Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang. Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) setempat menggagas “Wakaf Oksigen”, sebuah inisiatif yang memadukan nilai spiritual wakaf dengan kepedulian ekologis. Program ini bukan hanya menyalurkan kebaikan bagi manusia, tetapi juga menyumbangkan napas segar bagi bumi.
Penelitian yang dilakukan Mulidi, mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang, mengangkat program tersebut dalam skripsinya berjudul “Pemberdayaan Ecogreen melalui Program Wakaf Oksigen Studi LAZISMU Bandongan”. Kajian ini hadir sebagai bentuk analisis terhadap inovasi wakaf produktif yang menyasar persoalan lingkungan sekaligus kesejahteraan masyarakat.
Latar Belakang Penelitian
Wakaf, dalam tradisi Islam, dikenal sebagai amal jariyah dengan manfaat berkelanjutan. Namun, praktik di lapangan masih banyak yang bersifat konsumtif—sekadar membangun masjid, sekolah, atau pemakaman. Padahal, potensi tanah wakaf yang tidak termanfaatkan di Indonesia mencapai lebih dari 70 persen. Kondisi inilah yang mendorong LAZISMU Bandongan menghadirkan gagasan baru: menjadikan tanah wakaf sebagai ruang hijau produktif.
Tujuan dari penelitian ini jelas, yakni mendeskripsikan pengelolaan Wakaf Oksigen serta menelaah kebermanfaatannya sebagai bentuk pemberdayaan ecogreen—sebuah konsep yang menekankan kepedulian dan keberlanjutan lingkungan.
Mekanisme Program Wakaf Oksigen
Program yang mulai dijalankan sejak 2019 ini berawal dari tanah wakaf yang kemudian dikelola melalui sistem agroforestry: perpaduan kehutanan dan pertanian. Pohon sengon dan jati ditanam di lahan tersebut, sementara rerumputan di sekitarnya dimanfaatkan untuk pakan ternak warga. Skema pengelolaannya melibatkan berbagai pihak—mulai dari wakif (pemberi wakaf), majelis wakaf, LAZISMU Bandongan, hingga masyarakat penerima manfaat.
Tak sekadar menanam pohon, LAZISMU menanamkan nilai religiusitas. Setiap upaya penghijauan dipandang sebagai bagian dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar, sekaligus wujud amanah manusia sebagai khalifah di muka bumi. Pada tahap berikutnya, kawasan wakaf ini diarahkan menjadi destinasi ekowisata edukatif, tempat masyarakat belajar pentingnya menjaga lingkungan.
Hasil dan Temuan Penelitian
Mulidi menemukan bahwa Wakaf Oksigen memberi manfaat luas dari berbagai dimensi:
- Ekologis – Pohon yang ditanam berfungsi menetralkan karbon dioksida menjadi oksigen, menahan longsor, dan menjaga cadangan air.
- Sosial – Lahan wakaf membuka ruang kerja baru bagi masyarakat sekaligus menyediakan rumput untuk peternak.
- Ekonomi – Kayu sengon dan jati yang dipanen kelak bisa dimanfaatkan untuk pembangunan atau bernilai jual, sementara ekowisata memberi potensi pemasukan tambahan.
- Hidrologis – Akar pepohonan berperan menjaga kestabilan sumber air, sehingga meminimalisir risiko kekeringan dan banjir.
- Religiusitas – Program ini menanamkan kesadaran spiritual bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah dan tanggung jawab manusia terhadap bumi.
Dengan manfaat yang begitu beragam, Wakaf Oksigen terbukti sebagai bentuk wakaf produktif yang inovatif. Tidak hanya menggerakkan ekonomi umat, tetapi juga melestarikan ekosistem.
Relevansi dengan Konsep Ecogreen
Konsep ecogreen menekankan gaya hidup ramah lingkungan dan keberlanjutan. Dalam penelitian ini, Wakaf Oksigen dipandang relevan dengan prinsip tersebut. Ia menjadi solusi alternatif menghadapi persoalan global seperti pemanasan bumi, banjir, dan tanah longsor. Melalui pohon-pohon yang tumbuh, masyarakat tidak hanya mendapat oksigen, tetapi juga kesadaran bahwa menjaga bumi adalah bagian dari tanggung jawab bersama.
Kesimpulan
Dari penelitian ini, Mulidi menyimpulkan bahwa Wakaf Oksigen adalah model nyata wakaf produktif yang mampu menjawab dua kebutuhan sekaligus: keberlangsungan lingkungan dan kesejahteraan sosial-ekonomi. Program ini memberi inspirasi bahwa wakaf tak lagi terbatas pada sarana ibadah semata, tetapi bisa menjadi instrumen pemberdayaan ekologi yang berkelanjutan.
Ke depan, peneliti merekomendasikan agar program ini terus dikembangkan dan dijadikan contoh bagi lembaga nazhir wakaf lain di Indonesia. Dengan begitu, tanah wakaf yang selama ini terbengkalai dapat berubah menjadi ruang hijau produktif—sebuah warisan amal jariyah yang benar-benar “menghidupkan”.(ed : fatikakh)
Sumber : repositori UNIMMA