Magelang, 27 Agustus 2025 – Di tengah maraknya tren penggunaan kosmetik berbahan herbal, tidak sedikit konsumen yang terlena dengan klaim “alami” dan “aman” dari produk kecantikan yang dijual secara online. Namun, penelitian yang dilakukan Ikafatimah Sophieyati, mahasiswi Farmasi Universitas Muhammadiyah Magelang, justru mengungkap fakta sebaliknya. Dalam karyanya berjudul “Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Kandungan Hidrokuinon pada Krim Pemutih Herbal yang Dijual Secara Online”, ia berhasil menemukan kandungan zat berbahaya dalam beberapa produk pemutih yang beredar luas di marketplace.
Latar Belakang Penelitian
Krim pemutih wajah memang menjadi salah satu produk paling laris di pasaran. Banyak produsen mengklaim produknya berbahan herbal sehingga aman digunakan. Namun, di balik label itu, terdapat risiko besar: hidrokuinon, zat kimia yang memang efektif mencerahkan kulit tetapi sudah dilarang penggunaannya dalam kosmetik oleh BPOM. Alasannya, pemakaian jangka panjang hidrokuinon dapat memicu iritasi, kerusakan kulit permanen, hingga risiko kanker.
Fenomena inilah yang mendorong Ikafatimah untuk meneliti lebih dalam. Ia ingin membuktikan apakah benar produk herbal yang dijual bebas secara daring benar-benar bebas dari hidrokuinon, atau justru sebaliknya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan jelas, yakni:
-
Menguji keberadaan hidrokuinon secara kualitatif pada krim pemutih herbal yang beredar di platform online.
-
Mengukur konsentrasi hidrokuinon secara kuantitatif menggunakan metode laboratorium.
-
Membandingkan hasil temuan dengan regulasi BPOM, sehingga dapat disimpulkan apakah produk tersebut aman digunakan konsumen.
Dengan tujuan itu, penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih produk kosmetik.
Metodologi
Ikafatimah menguji lima sampel krim pemutih herbal yang dibeli melalui marketplace populer. Tahap pertama dilakukan uji kualitatif menggunakan pereaksi FeCl₃ 1% dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk mendeteksi keberadaan hidrokuinon. Tahap berikutnya, ia menggunakan spektrofotometri UV-Vis untuk menghitung konsentrasi hidrokuinon secara presisi.
Metode ini dipilih karena mampu memberikan hasil yang akurat dan bisa langsung dibandingkan dengan standar keamanan kosmetik yang berlaku.
Hasil Penelitian
Hasil analisis laboratorium memunculkan temuan penting:
-
Dari lima sampel yang diuji, dua produk (S3 dan S5) terbukti mengandung hidrokuinon.
-
Uji KLT menunjukkan adanya kesamaan nilai Rf (0,80) dengan standar hidrokuinon, yang berarti positif mengandung zat tersebut.
-
Hasil spektrofotometri UV-Vis memperlihatkan konsentrasi hidrokuinon sebesar 0,095% pada sampel S3 dan 0,038% pada sampel S5.
Meski konsentrasi itu relatif kecil, kedua produk tersebut tetap dinyatakan tidak aman karena melanggar regulasi BPOM yang melarang penggunaan hidrokuinon dalam kosmetik yang beredar bebas.
Simpulan dan Implikasi
Dalam simpulannya, Ikafatimah Sophieyati menegaskan bahwa masih ada krim pemutih herbal yang beredar secara online dengan kandungan hidrokuinon. Temuan ini membuktikan bahwa label “herbal” tidak menjamin keamanan produk.
Implikasinya cukup luas: konsumen harus lebih selektif dalam membeli kosmetik, pemerintah perlu memperketat pengawasan produk daring, dan produsen dituntut untuk lebih transparan serta patuh pada regulasi.
Penutup
Penelitian ini menjadi pengingat keras bahwa kecantikan instan kerap menyimpan risiko besar. Melalui risetnya, Ikafatimah Sophieyati berhasil membuka tabir bahaya kosmetik ilegal yang kerap bersembunyi di balik label herbal.
Karyanya tidak hanya menjadi syarat akademis untuk meraih gelar sarjana, tetapi juga wujud kepedulian terhadap kesehatan masyarakat. Dari Magelang, pesan itu jelas: cantik itu boleh, tapi jangan sampai mengorbankan keselamatan kulit dan kesehatan jangka panjang. (ed: Adella)
sumber: repository UNIMMA