Magelang, 27 Agustus 2025 – Dunia keperawatan terus berinovasi dalam memberikan pelayanan yang lebih manusiawi kepada pasien. Tidak hanya bergantung pada obat-obatan, tenaga kesehatan kini mulai melirik berbagai metode non-farmakologis untuk mengurangi penderitaan, terutama pada pasien dengan nyeri pasca operasi. Salah satu inovasi menarik datang dari Putri Styaningrum, mahasiswi Program Studi D3 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Magelang.
Dalam karya tulis ilmiahnya yang berjudul “Aplikasi Terapi Musik Religi untuk Mengatasi Nyeri Akut pada Pasien Post Op Fraktur Clavicula”, Putri meneliti bagaimana musik bernuansa religius dapat membantu menurunkan rasa sakit yang dialami pasien setelah menjalani operasi tulang. Tema ini dipilih karena fraktur, atau patah tulang, masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang umum di Indonesia, dan penanganan nyeri sering kali belum maksimal bila hanya mengandalkan obat-obatan.
Fraktur clavicula atau patah tulang selangka biasanya terjadi akibat kecelakaan lalu lintas atau benturan keras. Pasien yang baru saja menjalani operasi fraktur kerap mengeluhkan nyeri akut, yang jika tidak ditangani dengan baik dapat menghambat proses pemulihan. Selama ini, pengelolaan nyeri lebih banyak mengandalkan analgesik. Namun, Putri melihat peluang dari terapi non-farmakologis yang lebih sederhana, murah, dan tanpa efek samping, yakni terapi musik religi.
Terapi ini memanfaatkan alunan musik yang lembut dan penuh pesan spiritual untuk memberikan ketenangan emosional dan menurunkan ketegangan tubuh. Musik religi dipercaya dapat memengaruhi suasana hati, meningkatkan rasa optimisme, serta membantu pasien lebih rileks sehingga nyeri yang dirasakan berangsur menurun.
Dalam penelitiannya, Putri menetapkan tujuan umum untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien pasca operasi fraktur clavicula dengan metode terapi musik religi.
Selain itu, ada beberapa tujuan khusus, seperti mendeskripsikan hasil pengkajian pasien, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana tindakan, melaksanakan implementasi, hingga mengevaluasi efektivitas terapi. Pada akhirnya, ia ingin membuktikan apakah musik religi benar-benar dapat membantu menurunkan intensitas nyeri yang dialami pasien.
Penelitian ini dilakukan dalam bentuk studi kasus dengan melibatkan dua pasien di Kabupaten Magelang, masing-masing bernama Tn. E dan Tn. S. Kedua pasien merupakan korban kecelakaan lalu lintas yang menjalani operasi fraktur clavicula.
Putri melakukan intervensi berupa pemberian terapi musik religi selama empat hari berturut-turut, dengan durasi 20–30 menit setiap sesi. Tingkat nyeri pasien diukur menggunakan Numeric Rating Scale (NRS), yaitu skala 0 hingga 10 yang menggambarkan intensitas nyeri mulai dari tidak terasa hingga nyeri tak tertahankan.
Hasilnya cukup menggembirakan. Kedua pasien yang semula mengalami nyeri dengan skala 4 (nyeri sedang) menunjukkan penurunan signifikan setelah mendapat terapi musik religi. Pada hari keempat, skala nyeri turun menjadi 2, yang artinya hanya terasa ringan dan lebih mudah ditoleransi.
Selain itu, kondisi emosional pasien juga tampak lebih stabil. Mereka menjadi lebih kooperatif, merasa lebih tenang, dan mampu melakukan aktivitas sederhana dengan lebih nyaman. Hal ini membuktikan bahwa musik religi tidak hanya berperan sebagai pengalih perhatian dari rasa sakit, tetapi juga memberikan dukungan spiritual yang mempercepat pemulihan.
Temuan ini menegaskan pentingnya peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan holistik. Musik religi bisa menjadi salah satu metode inovatif yang dipadukan dengan terapi medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Biayanya murah, tidak memiliki efek samping, dan bisa dilakukan di rumah sakit maupun di rumah pasien.
Lebih jauh, penelitian Putri Styaningrum memberi pesan bahwa penyembuhan tidak hanya menyentuh aspek fisik, tetapi juga jiwa dan spiritualitas pasien. Dengan pendekatan yang lebih manusiawi, proses perawatan menjadi lebih bermakna dan pasien merasa lebih diperhatikan secara menyeluruh.
Melalui penelitiannya, Putri Styaningrum berhasil menunjukkan bahwa terapi musik religi efektif dalam mengurangi nyeri akut pada pasien pasca operasi fraktur clavicula. Penelitian ini sekaligus menjadi bukti bahwa inovasi sederhana dapat memberikan dampak besar bagi kesehatan masyarakat.
Musik, yang sering kali dianggap sekadar hiburan, ternyata mampu menjadi “obat” bagi tubuh dan jiwa. Dalam ruang-ruang perawatan, lantunan religi bisa menghadirkan ketenangan yang mempercepat pemulihan. Seperti ditunjukkan Putri, ilmu keperawatan tidak hanya soal medis dan prosedur, tetapi juga tentang sentuhan kemanusiaan yang menyeluruh.(ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA