Magelang, 25 Agustus 2025 – Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Kafin Alamul Huda, mahasiswa Pendidikan Agama Islam, mengungkap peran strategis guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam membentuk karakter akhlakul karimah siswa di SMA Negeri 1 Ngluwar, Kabupaten Magelang. Penelitian ini berfokus pada bagaimana guru PAI tidak hanya menjadi pengajar mata pelajaran, tetapi juga berperan sebagai teladan, motivator, sekaligus pembimbing spiritual bagi peserta didik.
Menurut Huda, latar belakang penelitian ini berangkat dari fenomena menurunnya moralitas remaja yang kerap disorot masyarakat. Arus globalisasi dan perkembangan teknologi seringkali membawa dampak negatif, termasuk pada sikap, perilaku, dan tata krama siswa. Hal ini mendorong perlunya peran aktif guru PAI untuk menanamkan nilai-nilai akhlak mulia sebagai pondasi penting dalam kehidupan berbangsa dan beragama.
Tujuan penelitian yang dilakukan Huda adalah menggambarkan secara mendalam bagaimana guru PAI menjalankan fungsinya dalam menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah, apa saja problematika yang muncul, serta bagaimana solusi ditawarkan agar pendidikan agama di sekolah mampu berjalan lebih efektif.
Dalam penelitiannya, Huda menemukan bahwa peran guru PAI di SMA Negeri 1 Ngluwar terbagi dalam tiga aspek utama. Pertama, peran edukatif, yaitu mengintegrasikan nilai-nilai akhlak ke dalam materi pembelajaran di kelas. Guru PAI tidak sekadar mengajarkan teori agama, melainkan juga mengaitkan dengan contoh nyata yang dekat dengan kehidupan siswa. Kedua, peran keteladanan, di mana guru berusaha menunjukkan perilaku akhlakul karimah dalam keseharian, sehingga siswa dapat meniru secara langsung. Ketiga, peran pembimbing dan pengawas, yakni dengan memberi arahan, nasihat, serta pengawasan terhadap sikap siswa, baik di dalam maupun di luar kelas.
Menariknya, penelitian ini juga mengungkap berbagai problematika yang dihadapi guru PAI dalam proses penanaman nilai akhlakul karimah. Di antaranya adalah pengaruh negatif lingkungan pergaulan siswa, kecenderungan siswa untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan gawai, serta kurangnya perhatian sebagian orang tua dalam mendukung pendidikan akhlak anak di rumah. Selain itu, keterbatasan waktu pembelajaran PAI di sekolah membuat upaya internalisasi nilai akhlak belum maksimal.
Meski demikian, guru PAI di SMA Negeri 1 Ngluwar tidak menyerah begitu saja. Mereka melakukan sejumlah solusi strategis, seperti memberikan motivasi tambahan kepada siswa, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, serta menjalin kerja sama dengan orang tua melalui komunikasi intensif. Guru juga memanfaatkan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan sebagai sarana pembentukan karakter, seperti pengajian, pesantren kilat, hingga kegiatan sosial keagamaan di masyarakat.
Hasil penelitian ini menegaskan bahwa guru PAI memiliki posisi vital dalam membentuk karakter siswa. Nilai akhlakul karimah yang berhasil ditanamkan terlihat dari meningkatnya kesadaran siswa untuk berperilaku sopan, menghormati guru, menjaga kebersihan, hingga lebih rajin beribadah. Dengan kata lain, meski menghadapi tantangan besar, guru PAI tetap mampu menjadi garda depan dalam menjaga moralitas generasi muda.
Dalam kesimpulannya, Huda menekankan bahwa keberhasilan pendidikan akhlak tidak bisa hanya diserahkan kepada sekolah, melainkan membutuhkan sinergi antara guru, siswa, orang tua, dan lingkungan masyarakat. Peran guru PAI yang konsisten dan penuh dedikasi menjadi kunci utama dalam menjaga nilai-nilai luhur bangsa agar tetap hidup di tengah arus modernisasi.
Penelitian ini sekaligus menjadi cermin bahwa sekolah memiliki tanggung jawab besar, bukan hanya mencetak generasi cerdas secara akademis, tetapi juga membangun manusia berkarakter yang siap menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan jati diri.(ed.fatikakh)
Sumber : repositori UNIMMA
