Magelang 26 Agustus 2025 – Sebuah penelitian penting di bidang farmasi komunitas telah dilakukan oleh Aziza Nurrafa (2018) dengan judul “Evaluasi Pengobatan Antihipertensi Pasien Prolanis di Puskesmas Mertoyudan 2 Kabupaten Magelang”. Penelitian ini berangkat dari keprihatinan terhadap tingginya angka hipertensi di Indonesia yang terus meningkat setiap tahun, serta pentingnya program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan.

Tujuan Penelitian

Aziza Nurrafa menekankan bahwa tujuan utama penelitian ini adalah mengevaluasi rasionalitas penggunaan obat antihipertensi pada pasien Prolanis di Puskesmas Mertoyudan 2, khususnya pasien usia lanjut yang menjadi kelompok dominan. Evaluasi dilakukan berdasarkan empat aspek utama: ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan ketepatan pasien.

Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui jenis obat antihipertensi yang paling sering digunakan serta menilai sejauh mana pola pengobatan sesuai dengan standar terapi hipertensi.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode non-eksperimental menggunakan pendekatan deskriptif-evaluatif. Data diambil dari rekam medis pasien Prolanis yang menjalani terapi antihipertensi pada tahun 2017 di Puskesmas Mertoyudan 2. Populasi penelitian terdiri dari seluruh pasien Prolanis penderita hipertensi, dengan sampel sebanyak 69 pasien yang memenuhi kriteria inklusi.

Data kemudian dianalisis menggunakan metode Drug Use Review (DUR) untuk menilai rasionalitas terapi.

Hasil Penelitian yang Menarik

Hasil penelitian menunjukkan temuan yang cukup menarik. Dari sisi profil pasien, mayoritas penderita hipertensi adalah perempuan (82,6%) dan sebagian besar berusia >60 tahun (66,7%). Fakta ini memperkuat dugaan bahwa kelompok lansia perempuan lebih rentan terhadap hipertensi.

Terkait penggunaan obat, jenis antihipertensi yang paling sering diresepkan adalah Amlodipin dari golongan Calcium Channel Blocker (CCB) dengan frekuensi mencapai 40,5%. Selain Amlodipin, golongan obat lain yang digunakan adalah Captopril (ACE Inhibitor), Valsartan (ARB), serta kombinasi terapi pada beberapa pasien.

Yang lebih menarik, penelitian Aziza mengungkap bahwa tingkat ketepatan indikasi mencapai 100%, artinya semua pasien memang memiliki indikasi jelas untuk mendapatkan terapi antihipertensi. Namun, pada aspek ketepatan obat dan ketepatan dosis masih terdapat beberapa catatan. Ketepatan obat tercatat 98,6%, sedangkan ketepatan dosis sebesar 94,2%. Sementara itu, ketepatan pasien – yang mengukur kesesuaian terapi dengan kondisi individual pasien – mencapai 100%.

Secara keseluruhan, tingkat rasionalitas penggunaan obat antihipertensi dalam penelitian ini berada pada angka 98,2%, yang dapat dikategorikan sangat baik. Meski demikian, adanya ketidaktepatan dosis pada sebagian kecil pasien menjadi perhatian untuk perbaikan ke depan.

Kesimpulan

Aziza Nurrafa dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pola pengobatan antihipertensi pada pasien Prolanis di Puskesmas Mertoyudan 2 telah sangat rasional dan sesuai standar terapi hipertensi yang berlaku. Amlodipin sebagai obat pilihan utama terbukti efektif dan banyak digunakan. Namun, evaluasi berkala tetap diperlukan agar ketepatan dosis dapat lebih terjamin, terutama pada pasien usia lanjut yang lebih rentan terhadap efek samping obat.

Penelitian ini menegaskan pentingnya evaluasi rasionalitas penggunaan obat sebagai upaya peningkatan mutu layanan kesehatan, khususnya dalam program Prolanis. Selain itu, hasil studi ini juga menjadi rujukan berharga bagi tenaga medis dan apoteker di fasilitas kesehatan tingkat pertama dalam mengelola pasien hipertensi. (ed : noviyanti)

sumber : repository UNIMMA