Magelang 28 Agustus 2025 – Bakso, makanan berkuah yang populer di segala lapisan masyarakat, ternyata masih menyimpan keresahan di balik kenikmatannya. Di sejumlah daerah, tak jarang pedagang nekat menambahkan bahan kimia berbahaya seperti boraks demi alasan keawetan dan kekenyalan. Boraks, atau natrium tetraborate, sejatinya digunakan untuk keperluan industri, namun masih saja disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan. Padahal, dampaknya bagi tubuh tidak main-main: mulai dari gangguan pencernaan, kerusakan ginjal, hingga risiko kematian.

Fenomena itulah yang mendorong Ismi Raudlatul Ahyani, mahasiswi Program Studi Diploma III Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Magelang, untuk melakukan penelitian ilmiah. Karya tulis yang ia susun pada tahun 2023 ini berjudul “Identifikasi Senyawa Boraks dengan Analisa Kualitatif pada Bakso yang Dijual di Pasar Rejowinangun dan Pasar Gotong Royong”.

Tema dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini berangkat dari keprihatinan terhadap masih ditemukannya bakso berbahan tambahan berbahaya di sejumlah wilayah. Ismi menyoroti dua pasar tradisional di Kota Magelang, yakni Pasar Rejowinangun dan Pasar Gotong Royong, yang menjadi sentra aktivitas jual beli masyarakat.

Tujuan penelitian ini sederhana namun penting: untuk mengetahui apakah bakso yang beredar di kedua pasar tersebut masih mengandung boraks. Ismi berharap temuannya dapat menjadi data awal bagi masyarakat maupun instansi berwenang dalam meningkatkan kewaspadaan terhadap keamanan pangan.

Metode yang Diterapkan
Dalam penelitiannya, Ismi menggunakan pendekatan analisa kualitatif dengan empat metode uji laboratorium, yakni:

1. Uji kertas tumerik, menggunakan kurkumin dari kunyit sebagai indikator perubahan warna.

2. Uji pengendapan AgNO3, untuk melihat terbentuknya endapan putih sebagai tanda adanya boraks.

3. Uji nyala api, di mana sampel yang mengandung boraks akan memunculkan nyala hijau kebiruan.

4. Kromatografi lapis tipis (KLT), teknik pemisahan yang memungkinkan pendeteksian senyawa dengan membandingkan nilai Rf terhadap standar boraks.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling jenuh, yakni mengambil seluruh populasi pedagang bakso yang berjumlah tujuh orang di kedua pasar tersebut. Setiap sampel diuji berulang sebanyak tiga kali untuk memastikan hasil yang akurat.

Hasil Penelitian
Dari hasil uji laboratorium, Ismi menemukan fakta yang cukup melegakan: ketujuh sampel bakso yang diuji dinyatakan negatif mengandung boraks. Baik melalui uji kertas tumerik, uji pengendapan AgNO3, uji nyala api, maupun KLT, tidak ditemukan indikasi adanya senyawa boraks dalam bakso yang dijual pedagang di kedua pasar itu.

Hasil ini menunjukkan adanya kesadaran pedagang yang mulai meninggalkan praktik berbahaya tersebut. Namun, Ismi juga mengingatkan bahwa temuan ini tidak serta merta menutup kemungkinan adanya penyalahgunaan boraks di tempat lain.

Pembahasan dan Makna Penelitian
Menurut Ismi, keberhasilan penelitian ini menegaskan pentingnya pengawasan rutin dari lembaga terkait sekaligus edukasi kepada masyarakat. Dengan hasil negatif dari semua sampel, masyarakat di Magelang bisa sedikit bernapas lega saat menyantap bakso dari dua pasar tradisional tersebut.

Namun, penelitian ini juga membuka ruang bagi kajian lebih lanjut, misalnya untuk meneliti daya simpan bakso tanpa boraks, atau menguji bahan tambahan lain yang mungkin digunakan pedagang. Dari sisi akademis, penelitian ini memberikan kontribusi nyata pada bidang farmasi dan kesehatan masyarakat, khususnya mengenai keamanan pangan.

Kesimpulan
Karya ilmiah Ismi Raudlatul Ahyani menyampaikan pesan penting: bakso di Pasar Rejowinangun dan Pasar Gotong Royong aman dari boraks. Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi konsumen, sekaligus bukti bahwa edukasi dan regulasi dapat berjalan efektif.

Meski begitu, penelitian ini juga menjadi pengingat agar konsumen tetap waspada dan tidak terlena. Boraks memang bisa membuat bakso lebih kenyal dan tahan lama, tetapi risikonya jauh lebih besar daripada manfaat semu yang diberikan.

Penutup
Dengan penelitian yang dilakukan di bawah bimbingan dosen farmasi Universitas Muhammadiyah Magelang, Ismi berhasil menyajikan bukti ilmiah bahwa pangan aman bisa diwujudkan jika produsen berkomitmen. Hasil penelitiannya bukan sekadar memenuhi syarat akademik, melainkan juga kontribusi nyata bagi kesehatan masyarakat.

Kini, tinggal bagaimana semua pihak — pemerintah, pedagang, hingga konsumen — bersama-sama menjaga agar makanan yang kita konsumsi tidak lagi menjadi ancaman tersembunyi. Karena pada akhirnya, kesehatan jauh lebih berharga daripada sekadar kekenyalan bakso. (ed : noviyanti)

sumber : repository UNIMMA