Magelang, 28 Agustus 2025 – Sebuah penelitian menarik yang dilakukan oleh Yogi Palupi menyoroti bagaimana proses pembelajaran Al-Qur’an berlangsung di kalangan siswa tunanetra di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Magelang. Penelitian ini tidak sekadar membicarakan metode pengajaran biasa, melainkan menyingkap strategi yang mampu menjembatani keterbatasan penglihatan dengan kebutuhan spiritual dan religius para siswa berkebutuhan khusus.
Dengan mengangkat tema strategi pembelajaran Al-Qur’an bagi siswa tunanetra, penelitian ini menekankan pentingnya pendidikan agama Islam yang inklusif. Menurut penulis, membaca Al-Qur’an bukan hanya aktivitas ritual, tetapi juga menjadi bagian penting dalam pembentukan karakter dan penguatan nilai religius pada setiap individu, termasuk mereka yang memiliki hambatan fisik.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali secara mendalam bagaimana strategi pengajaran Al-Qur’an diterapkan di SLBN Magelang, apa saja kendala yang dihadapi guru maupun siswa, serta solusi yang ditawarkan agar pembelajaran tetap berjalan efektif. Dengan kata lain, penelitian ini menempatkan diri di tengah kebutuhan riil dunia pendidikan inklusi, khususnya dalam aspek pengajaran agama.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Peneliti melakukan observasi langsung ke ruang-ruang kelas, melakukan wawancara mendalam dengan guru pembimbing serta siswa, dan mendokumentasikan berbagai bentuk interaksi yang terjadi selama proses belajar-mengajar. Pendekatan ini dipilih karena dianggap mampu menggambarkan suasana nyata pembelajaran, tidak hanya sebatas angka dan teori, melainkan fakta di lapangan yang bersifat kontekstual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran Al-Qur’an bagi tunanetra di SLBN Magelang menggunakan kombinasi antara metode Braille Arab, hafalan, serta pendekatan personal yang disesuaikan dengan kemampuan tiap siswa. Guru berperan penting dalam memberikan pendampingan, termasuk membacakan ayat-ayat Al-Qur’an secara berulang agar siswa dapat mengingat dan menirukan. Selain itu, media pembelajaran berupa Al-Qur’an Braille menjadi sarana utama, meskipun ketersediaannya masih terbatas.
Lebih jauh, penelitian ini menemukan bahwa motivasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh dukungan guru dan lingkungan sekolah. Keterlibatan guru tidak hanya sekadar mengajar, melainkan juga membimbing dengan kesabaran ekstra dan pendekatan yang penuh empati. Dengan demikian, tercipta suasana pembelajaran yang kondusif dan berorientasi pada pencapaian spiritual siswa.
Meski demikian, penelitian juga mencatat adanya berbagai kendala. Di antaranya adalah keterbatasan jumlah Al-Qur’an Braille, kurangnya tenaga pengajar yang benar-benar terlatih dalam pembelajaran khusus tunanetra, serta adanya perbedaan kemampuan antar siswa yang cukup signifikan. Kendala ini membuat proses pembelajaran sering kali berjalan lambat dan membutuhkan strategi improvisasi dari guru.
Namun demikian, hasil penelitian memberikan catatan optimistis. Dengan strategi yang tepat, pembelajaran Al-Qur’an tetap bisa berlangsung efektif, meskipun siswa memiliki keterbatasan penglihatan. Kunci keberhasilan terletak pada kreativitas guru dalam mengombinasikan metode, kesabaran dalam mendampingi, serta dukungan penuh dari lingkungan pendidikan.
Penelitian ini pada akhirnya menegaskan bahwa hak untuk memperoleh pendidikan agama yang layak adalah milik semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. SLBN Magelang menjadi contoh bagaimana sebuah sekolah mampu berinovasi dalam menghadirkan pendidikan inklusif, tanpa memandang keterbatasan fisik siswa.
Dengan demikian, karya penelitian Yogi Palupi tidak hanya menjadi catatan akademis, melainkan juga seruan moral agar dunia pendidikan memberi perhatian lebih besar pada kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Ia mengingatkan kita bahwa mendidik anak tunanetra membaca Al-Qur’an bukan hanya urusan teknis, tetapi juga bagian dari ikhtiar besar untuk menjaga martabat, hak, dan identitas keislaman mereka.(ed : fatikakh)
Sumber : repositori UNIMMA
