Magelang, 28 Agustus 2025 – Layanan kesehatan dasar adalah hak setiap warga negara, sebagaimana diatur dalam undang-undang. Namun, bagaimana implementasinya di daerah? Pertanyaan inilah yang coba dijawab oleh Dina Latifah Trisnawati, mahasiswi Universitas Muhammadiyah Magelang, melalui penelitian berjudul “Implementasi Kebijakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten Boyolali dalam Rangka Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar sebagai Hak Asasi Warga Negara.”
Tema Penelitian
Tema besar penelitian Dina adalah implementasi kebijakan publik, khususnya Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di Kabupaten Boyolali. Ia menyoroti bagaimana pemerintah daerah melaksanakan kewajiban pemenuhan hak dasar kesehatan masyarakat sesuai standar nasional, serta faktor-faktor yang mendukung maupun menghambat pelaksanaannya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama. Pertama, untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan SPM kesehatan di Kabupaten Boyolali berjalan, baik di tingkat Dinas Kesehatan maupun puskesmas.
Kedua, untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan implementasi, meliputi komunikasi, sumber daya, disposisi (komitmen pelaksana), dan struktur birokrasi.
Ketiga, untuk mengidentifikasi hambatan yang menghalangi pencapaian target SPM, sehingga dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar.
Hasil Penelitian
Dina menemukan bahwa implementasi SPM kesehatan di Boyolali belum berjalan sesuai target nasional. Berdasarkan data capaian indikator SPM tahun 2019–2021, hasilnya masih jauh dari standar 100%. Pada 2019 hanya satu indikator yang mencapai target, sedangkan pada 2020 dan 2021 tidak ada satu pun indikator yang berhasil dipenuhi.
Beberapa temuan penting dari penelitian ini antara lain:
- Faktor Komunikasi
Sosialisasi kebijakan hanya dilakukan sekali dalam setahun, sehingga puskesmas kurang memahami detail implementasi. Evaluasi memang ada tiap triwulan, namun tanpa komunikasi intensif, informasi teknis sering kali tidak tersampaikan secara jelas. - Faktor Sumber Daya
Jumlah tenaga kesehatan dan bidan desa masih terbatas. Anggaran yang dialokasikan, sebesar Rp 5,7 miliar untuk seluruh indikator SPM, dinilai belum memadai untuk menjawab kebutuhan masyarakat Boyolali. - Faktor Disposisi
Sikap dan komitmen aparat dinilai cukup baik. Dinas Kesehatan menunjukkan itikad untuk menjalankan program dengan serius. Regulasi berupa Peraturan Bupati Nomor 60 Tahun 2020 juga menjadi dasar hukum yang kuat. - Faktor Struktur Birokrasi
Pembagian tugas di Dinas Kesehatan sudah jelas, dengan standar operasional prosedur (SOP) yang memadai. Koordinasi antarbidang berjalan relatif lancar, meskipun keterbatasan sumber daya tetap menjadi kendala utama.
Kesimpulan
Dari penelitian ini, Dina Latifah Trisnawati menyimpulkan bahwa implementasi SPM kesehatan di Boyolali belum berhasil memenuhi standar minimal sebagaimana amanat undang-undang. Hambatan utama berasal dari lemahnya komunikasi, keterbatasan tenaga kesehatan dan anggaran, serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pelayanan kesehatan dasar.
Meski begitu, adanya regulasi daerah dan komitmen birokrasi menjadi modal penting untuk memperbaiki implementasi ke depan. Dina menegaskan bahwa pemenuhan pelayanan kesehatan dasar bukan sekadar urusan administratif, melainkan wujud nyata penghormatan terhadap hak asasi warga negara.
Penelitian ini membuka mata bahwa kebijakan publik di bidang kesehatan tidak cukup hanya dengan regulasi. Diperlukan dukungan nyata berupa komunikasi yang efektif, sumber daya yang memadai, dan kesadaran masyarakat agar standar pelayanan minimal benar-benar tercapai. (ed: Adella)
sumber: repository UNIMMA
